Kekhususan Aceh dalam Pengelolaan Zakat - ARZ & REKAN

Kekhususan Aceh dalam Pengelolaan Zakat

Kekhususan Aceh dalam Pengelolaan Zakat

Pemohon beserta kuasanya saat Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 140/PUU-XXIII/2025 Pengujian Materiil Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Jumat (22/8/2025). Humas/Bay

JAKARTA, HUMAS MKRI – Arslan Abd Wahab sebagai Pensiunan Pengawai Negeri Sipil dengan jabatan Kepala Badan Keuangan Kabupaten Aceh Tengah 2022 s.d. 2024 mengajukan permohonan uji materiil Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ) terhadap Pasal 18 B Ayat (1) juncto Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 140/PUU-XXIII/2025 ini digelar Hakim Panel uang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat pada Jumat (22/8/2025) di Ruang Sidang Panel MK.

Zulkifli selaku kuasa hukum Pemohon dalam persidangan mengatakan berlakunya ketentuan pasal tersebut telah merugikan pihaknya dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh, yang memiliki kekhususan untuk tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Zulkifli menjelaskan, Pemohon memiliki kewenangan untuk mengelola dan/atau mengatur Arus Kas Pengeluaran Kabupaten Aceh Tengah, khususnya dalam Pemindahan Buku Kas yang bersumber pada Pendapatan Asli daerah Kabupaten Aceh Tengah.

Oleh karenanya Pemohon berkewajiban untuk segera melakukan pembayaran atas Pelaksanaan belanja yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Tahun 2022 paling telat per 31 Desember 2022. Apabila tidak dilakukan pembayaran atas pelaksanaan kegiatan yang bersumber pada Dana Alokasi Khusus, maka untuk tahun selanjutnya Pemerintah Pusat tidak melakukan Transfer Dana Alokasi Khusus kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.

Akibat hal ini, Pemohon sebagai pihak yang mengelola dan/atau mengatur Arus Kas Pengeluaran Kabupaten Aceh terhadap keuangan zakat menjadi PAD dapat diputus bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Takengon Nomor 74/Pid.Sus/2024/PN Tkn dengan pidana penjara tiga bulan tanpa ada perintah untuk penahanan juncto Putusan Pengadilan Tinggi Aceh Nomor 543/PID.SUS/2024/PT BNA, dengan pidana penjara satu tahun tanpa ada perintah untuk ditahan juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 5381 K/PID.SUS/2025 dengan menolak kasasi Pemohon maupun kasasi Jaksa Penuntut Umum.

Atas adanya ketidakpastian penafsiran terhadap pasal tersebut, sambung Zulkifli, dapat dipastikan seluruh Kepala Badan Keuangan Kabupaten/Kota dan Bendahara Pengeluaran Kabupaten/Kota dalam Provinsi Aceh maupun Kepala Badan Keuangan Provinsi Aceh dan Bendahara Pengeluaran Provinsi Aceh atau Seluruh Tim Anggaran Kabupaten/Kota atau Tim Anggaran Pemerintah Aceh akan menjadi tersangka, terdakwa, maupun terpidana atas pemberlakuan norma tersebut, termasuk Pemohon yang saat ini menjadi terdakwa dan/atau terpidana atas Pengelolaan Pendapat Asli Daerah (zakat).

“Memohon kepada Mahkamah agar menyatakan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 155 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5255) inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini” haruslah dimaknai, “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini Kecuali Provinsi Aceh.” ucap Zulkifli membacakan petitum permohonan Pemohon.

Kerugian Pemohon

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam nasihatnya menyebutkan perlu bagi Pemohon untuk menyempurnakan sistematika permohonan dengan berpedoman pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 7 Tahun 2025 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 7/2025). Kemudian Pemohon juga penting memperhatikan jika UU Pengelolaan Zakat dikecualikan, maka bermakna Pemohon meminta norma tersebut tidak berlaku di Aceh.

“Terkait ada putusan inkrah, jadi ini yang bermasalah itu UU Pengelolaan Zakat atau UU Pemerintahan Aceh karena jika dikaitkan dengan kedudukan hukum, maka jelaskan kerugian Pemohon dengan UU Pengelolaan Zakat ini sebagai apa? Pada uraiannya ini bertolak dari UU Pemerintahan Aceh,” kata Hakim Konstitusi Enny.

Sementara Hakim Konstitusi Anwar Usman memberikan nasihat agar Pemohon memperdalam kerugian konstitusionalnya atas keberlakuan norma yang diujikan pada persidangan ini. “Dielaborasi lagi secara lebih menyeluruh kerugian konstitusionalnya,” tegas Hakim Konstitusi Anwar.

Sedangkan Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan norma yang diujikan berkelindan dengan aturan yang berlaku pada Pemerintahan Aceh. “Apakah benar undang-undang ini yang diuji, atau ada UU lainnya yang terkait? tanya Hakim Konstitusi Arief.

Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Arief mengatakan Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Kamis, 4 September 2025 ke Kepaniteraan MK. Kemudian selanjutnya Mahkamah akan menjadwalkan sidang dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan Pemohon.

Please write your comments